Entri Populer

Rabu, 18 Februari 2015

Kacaunya negriku


New post on Erie Sudewo

Alangkah Kacaunya NegeRI Ini
by Erie Sudewo
#AlangkahKacaunyaNegeriIni akan kita bahas di pagi tanpa mentari. Sabtu kelabu, semoga tetap cerah di hati kita semua | #CharacterBuilding

1. Duh, sengkarutnya bangsa ini. Satu soal belum selesai, yang lain muncul. Entah berapa tumpukan soal di balik Sabang sampai Merauke

2. Andai tak diterjang Tsunami, selesaikah kegaduhan di Serambi Mekah? Kini Bulan Sabit Putih berlatar Merah tak lagi sungkan berkibar-kibar

3. Kebijakan keinginan Aceh merdeka dulu bermukim di salah satu negeri Eropa. Basis gerakannya coba dihidup-hidupkan di negeri jiran

4. Hanya negeri jiran tak ingin dirinya jadi keruh dengan kita. Tanpa diminta, negeri jiran nyamankan Indonesia | #AlangkahKacaunyaNegeriIni

5. PR di ujung Barat masih belum tuntas, ujung Timur ternyata merasa senasib. Telah lama juga api dalam sekam itu tetap hidup di Merauke

6. Basisnya ditempatkan di salah satu negeri Eropa. Basis yang lebih kecil, ada dan dihidup-hidupkan di tetangga sebelah Timur kita

7. Kini kibaran Bintang Kejora di Tanah Papua timbul tenggelam. Main petak umpet, berkucing-kucingan ria dengan aparat kita

8. Di era Orba, hal seperti ini tak ada ampun. Begitu dituduh SUBVERSIF, masa depan remuk. Bukan lagi 7, bahkan bisa 8 turunan. Duuuh kacau

9. Dengan teroris nyaris sama. Bedanya di skala. Teroris di Indonesia, sebenarnya RT pun bisa taklukkan. Tak perlu RW. Skala amatir

10. Apa beda teroris dengan koruptor? Teroris tak suka koruptor. Sedang koruptor bisa biayai teroris. Next kita kupas di kultwit kita

11. Masalah di satu negeri, itu peluang negeri lain. Kita negeri agraris. Tapi jadi importir raksasa beras dari Vietnam dan Thailand

12. Kita belum dewasa. Sekadar bedakan ketahanan dan impor saja gagal. Impor itu mestinya sesuatu yang tidak kita punya

13. Impor beras, ilmu gendeng pamungkas namanya. Pamungkas itu gebrakan akhir agar tuntas. Tapi dengan gendeng, jadi kacau kan akhirnya?

14. Impor beras, ya hancurkan fondasi petani kita. Waktu impor, saat itu juga kita perkuat fondasi petani Vietnam dan Thailand sana

15. Mereka untung, kita buntung. Mereka sumringah, kita terengah-engah. Mereka bersyukur, kita tersungkur | #AlangkahKacaunyaNegeriIni

16. Padanan ketahanan, ya kedaulatan. Impor, mustahilkan kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan tak ada, jangan harap ada kedaulatan bangsa

17. Republik Retorik memang luar biasaaa. Apanya? Kacaunya. Import besar-besaran koq nekad bicara “kedaualatan bangsa” | #CharacterBuilding

18. Ini maqom saya yang mentok, atau apa ya. Jangan-jangan, memang. Aaaah… Maafkan. Saya memang terlampau bodoh | #AlangkahKacaunyaNegeriIni

19. Soal negeri ini agaknya kita yang cari-cari “setori”. Masalah tak usah dibuat. Pasti datang. Saat datang, hadapi. Jangan retorika melulu

20. Saat impor, retorika pun cari-cari dalih. Teori makro dan ekonomi pembangunan diungkap. Jabaran memukaulah. Sampai kita bingung sendiri

21. Orang-orang cerdas kita sebagian bersikap seperti politisi. Saat rupiah lemah, sibuk cari alasan dan sebab. Inti alasan? Ya retorika lah

22. Babak pembelaan mulai: “Indonesia baik-baik. Yang masalah di luar Indonesia. Kita cuma terkena imbasnya”. Wah sempruuul po yoooo?

23. Katanya demi Indonesia. Politisi kita cakar-cakaran. Rasanya heroik. Alih-alih makin sehat, yang ada perpecahan politisi makin dalam

24. Di permukaan tampak tajam dan menakutkan. Tapi apa betul? Jangan-jangan kompak dan terkekeh saat bagi-bagi anggaran sesuai dapil

25. Ada yang geram: “Hasil belajar ke luar negeri, koq malah permudah asing kuasai negeri” | #AlangkahKacaunyaNegeriIni #CharacterBuilding

26. Bule bilang: “There is no free lunch”. Makan siang saja tak gratis. Beasiswa? Mustahil “tak ada udang di balik beasiswa”

27. Tanpa patriotisme, kita ke luar negeri seolah memang kecerdasan semata. Kita jadi terhormat. Saat balik, gelar doktor atau Phd ok banget

28. Lulusan luar negeri tak lagi perlu merasa pandai. Sebab memang sudah betulan pandai. Bisakah yang merasa pandai ini juga pandai merasa?

29. Hoegeng bilang: “Jadi orang penting itu baik. Tapi yang lebih penting, jadilah orang baik” #AlangkahKacaunyaNegeriIni #CharacterBuilding

30. Malaikat tak tanya mengapa kita tak cerdas alias bodoh. Yang malaikat tanya: “Mengapa kita tak jadi orang baik” | #CharacterBuilding

31. Berteman dengab siapapun tak jadi soal. Untuk bersahabat, tentu tak semudah sekadar teman. Untuk bisa kerja sama, apalagi

32. Ukuran orang-orang yang merasa pandai, intelektualitas jawabnya. Orang pandai ketemu sesama. Yang bodoh cuma penegas eksistensi mereka

33. Karena ukurannya cerdas, nilai lain bisa tersisih. Landasan kerja sama cuma kecerdasan. Tak dideteksi ada kepentingan di baliknya

34. Yang butuh modal, lihat investor juga cuma uangnya. Yang namanya kepentingan dianggap sepele. Jika bubrah, itu soal negara. Bukan dia

35. Bukti? Lihat saja. Modal dari utang “sikat bleeeh”. Utang komersial dipakai pembiayaan jangka panjang. Saat jatuh tempo, termehek-mehek

37. Kini negara berdarah-darah. Akut berat. Pertanyaannya: “Siapa di antara konglomerat itu yang mau bantu negara, tempat mereka lahir?”

38. Dalam jual beli rumah, dulu kakek buyut kita pegang etika. Diutamakan tetangga. Jika orang luar, kerukunan jadi taruhan. Betul?

39. Rumah jadi hidup didatangi tamu. Yang mesti dijaga, tamu tetaplah tamu. Saat tamu jadi tuan rumah, yang salah tamu atau pemilik rumah?

40. Belakangan ada rekan yang penyakit herannya makin parah. Dia tanya: “Mengapa Indonesia makin kacau begini?” Ada yang bisa bantu jawab?

41. Mari renungkan di hari libur esok. Semoga banjir tak lagi jadi tamu kagetan. Tetap fokus pikir dan usaha, Indonesia lebih baik. Tabik

 

Erie Sudewo | February 19, 2015 at 7:31 am | Tags: Alangkah Kacaunya NegeRI Ini | Categories: Edukasi | URL: http://wp.me/p51sG7-9K
Comment    See all comments
Unsubscribe to no longer receive posts from Erie Sudewo.
Change your email settings at Manage Subscriptions.

Trouble clicking? Copy and paste this URL into your browser:
http://www.eriesudewoid.com/alangkah-kacaunya-negeri-ini/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar