Entri Populer

Senin, 09 Februari 2015

Susahnya koruptor


New post on Erie Sudewo

Susahnya Koruptor
by Erie Sudewo
Kembali pagi tanpa mentari. Hujan awet sekali. Genangan air merayapi Jakarta. Mari resapi #SusahnyaKoruptor sambil ngopi dan makan roti

1. Di balik penjara, koruptor wibawa-wibawakan dirinya seperti menegur PRT-nya dulu, kepada napi cluster-cluster lain berkasta rendah

2. Karena terpelajar, pertanyaan dan nasihat amat saleh. Tutur kata lembut, sopan, perlahan dan terstruktur. Para maling ayam terkagum-kagum

3. Saat koruptor berdalih dia kena jebak, maling teri mengangguk. Saat dikatakan tak prosedural, maling jemuran makin geram pada negara

4. Yang dulu PRT, jadi pembela majikannya. Bahwa bapak-bapak yang terhormat ini, bukan koruptor. Hanya dijebak. Atau salah prosedur

5. Hebat. Para koruptor dikagumi di penjara. Maling-maling jalanan berandai-andai: “Jika jadi dia, saya lawan negara. Tak mau di penjara”

6. Ada koruptor yg ngaku bersalah. Kata-katanya tetap nasihat. Maling sandal berandai lagi: “Hebat jadi orang besar. Ingin aku seperti dia”

7. Di penjara, pembawaan diri koruptor tetap seperti pejabat. Tak bisa terlecehkan napi lain. Apalagi yang dipenjara karena nyopet di bus.

8. Bayangkan: “Koruptor punya harga diri”. Padahal korupsi, ya maling juga. Cuma cerdas. Mencurinya dengan ilmu S3 atau jabatannya

9. Akhirnya penjara bukan jadi tempat taubat. Malah tukar pikiran sesama koruptor. Untuk bebas. Bisa nikmati uang korup yang diinvestasikan

10. Tapi saat di tengah malam, di tengah dengkuran para napi, nuraninya terlintas menggugat: “Untuk apa uang korupsi itu, untuk apa?”

11. Dia pejamkan mata. Tapi hatinya tak tidur. Menukik-nukik kesadaran terdalamnya: “Inikah yang engkau cari hingga sampai di penjara?”

12. Engkau kuliah jauh-jauh, bertahun-tahun, dan korbankan banyak hal. Engkau punya jabatan dan terhormat. Tapi mengapa kini di penjara?

13. Tersiksa jiwanya. Tiba-tiba dia bangkit. Air wudhu bergemericik. Tahajud. Air mata mengalir. Ingat anak isteri dinafkahi hasil korupsi

14. Esok dan hari berikut, pesan pada anak isteri: “Banyakkan sedekah”. Anak isteri gembira. Bapaknya anjurkan yang tak pernah dilakukan

15. Bapak dan keluarga tak tahu. Uang haram tak bisa dizakatkan atau disedekahkan. Tertolak. Meski disedekahkan semua | #SusahnyaKoruptor

16. Uang haram mesti kembali pada azasnya. Uang negara, balik ke negara. Uang perusahaan kembali ke sana. Uang tetangga, balik pada asalnya

17. Dan benar. Koruptor terkejut, saat ustadz katakan: “Dosa korupsi hanya bisa diampuni ketika hak-hak yang diambil, dikembalikan ke asal”

18. Dia ceritakan pada orang rumah. Jawab isteri: “Pak, kita sudah tua. Jika rumah disita, kita tinggal di mana?” Nah, sang bapak tertegun

19. Pada anak-anak dikatakan, kuliah dan modal usahanya, dibiayai uang korupsi. Bagaimana jika asset usaha mereka dikembalikan ke negara?

20. Anak-anak terkaget-kaget. Shock dan merenung. Jika sepakat, bapak bersyukur. Jika tidak, hatinya makin gentar. Rasa takut makin menjadi

21. Ustadz berkata: “Jika hak-hak tak dikembalikan, shalat ditolak.” Lha bukankah selama ini makan, pakaian, rumah dll, dibiayai korupsi?

22. Berarti meski yang haram Rp 5 di saku, shalatnya tetap tertolak. Meski air mata darah tumpah, ibadahnya ditolak. Remuk dirinya

23. Maka waktu shalat hatinya bergidik: “Untuk apa shalat? Bukankah tetap ditolak. Sia-sia bukan?” Tangisan makin jadi. Gemetar sesenggukan

24. Orang lain terkejut dan bahagia lihat taubatnya. Pujian pun mengalir karena menangis tahajud. Mereka bilang: “Bapak dapat hidayah”

25. Dengar itu hatinya makin menjerit. Mereka tak tahu. Dia menangis, karena ibadah dan doanya ditolak. Dia belum kembalikan uang korupsi

26. Dia merintih. Dia jadi tahu shalatnya ditolak. Dia kerjakan, tapi sia-sia. Saat itu mulai dirasa: “Kenikmatan shalat, dicabut Allah SWT”

27. Koruptor yang bisa akali tak masuk penjara atau yang memang tak terlacak, apakah jiwanya tenteram? Tidak. Karena mereka punya nurani

28. Hatinya pasti bergolak. Resah. Dia tahu uangnya banyak. Tapi itu tak halal. Dia pun ingin bertaubat, tapi tak tahu bagaimana caranya

29. Ketika dikembalikan, kemana? Jika bisa dikembalikan, jangan-jangan nanti disikat yang lain. Atau jika ketahuan, bukankah merusak citra?

30. Saat sakit bahkan stroke, kesadarannya tumbuh. Ingat akan korupsi. Uang diperoleh banyak-banyak, terbukti tak sehatkan dirinya

31. Obat yang dibeli dari hasil korupsi juga tak bermanfaat apa-apa. Padahal obat yang dibeli paten. Didatangkan pula dari luar negeri

32. Beban makin berat. Jasad menderita. Jiwa lebih tersiksa lagi. Akibat stroke akut, bicara sulit. Apalagi tangan. Jari pun tak bergerak

33. Dia hanya bisa melihat isteri, anak dan cucu datang menjenguk. Senda-gurau mereka makin mengiris-iris hatinya | #SusahnyaKoruptor

34. Air mata mengalir. Keluarga menyangka, di akhir hayat bapak temukan diri. Tak pernah mereka lihat bapak menangis | #SusahnyaKoruptor

35. Hati bapak makin pedih. Ingin beritahu selama ini mereka makan uang korupsi. Tapi apa daya, bicara saja tak sanggup | #SusahnyaKoruptor

36. Air mata makin mengalir. Anak isteri pun sujud syukur. Disangka, bapak menangis bahagia. Keluarga salah sangka. Bukan. Bukan itu

37. Dia menangis karena menyesali perbuatannya. Anak isteri jadi korban. Mereka tak tahu. Tapi dia juga tak kuasa mengembalikan

38. Jelang akhir hayat, koruptor tangisnya menjadi-jadi. Ingin taubat, tapi tak kuasa lagi. Astaghfirullah. Su’ul khatimah. Na’udzu billah…

39. Maka jangan anggap kehidupan koruptor tak resah. Mereka menderita. Sesungguhnya “koruptor itu telah jadi bangkai selagi hidup”

40. Makanya, ayo kita doa sama-sama. Agar para koruptor bisa taubat dan kembalikan uang negara. Bagaimana pun mereka saudara kita

41. Ya Allah, lindungi dan beri petunjuk pemimpin kami agar tak korupsi. Sadarkan bagi siapapun yang terlanjur korupsi | #SusahnyaKoruptor

42. Mudahkan mereka, semua hamba-Mu termasuk kami, untuk kembali ke jalan-Mu. Ampuni kami. Kami gentar segentar-gentarnya, adzab-Mu pedih

43. “Kami tak pantas dapat Surga-Mu. Tapi kami juga tak mampu hadapi Neraka-Mu. Bagaimana pun kami adalah hamba-Mu. Ampuni kami, Allah-ku,”

Erie Sudewo | February 10, 2015 at 7:14 am | Tags: Susahnya Koruptor | Categories: Inspirasi | URL: http://wp.me/p51sG7-9p
Comment    See all comments
Unsubscribe to no longer receive posts from Erie Sudewo.
Change your email settings at Manage Subscriptions.

Trouble clicking? Copy and paste this URL into your browser:
http://www.eriesudewoid.com/susahnya-koruptor/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar